Skip to main content

Featured

Drone AS Melempem di Ukraina, Buatan China Lebih Andal

Perang drone Ukraina lawan Rusia memaksa kedua belah pihak untuk berinovasi dengan cepat. Namun ternyata, drone buatan Amerika Serikat tidak unggul di medan perang sehingga mendorong Ukraina beralih ke drone buatan China. Permasalahan yang terdapat pada banyak drone buatan AS, khususnya drone kecil, adalah bahwa drone tersebut sering tak berfungsi seperti yang diiklankan atau direncanakan. Selain itu menurut sumber, mudah mengalami kesalahan ketika diincar jammer Rusia. Drone AS rupanya rapuh dan rentan terhadap peperangan elektronik. Di sebagian drone AS yang dikirim ke Ukraina, masalahnya termasuk tidak bisa lepas landas, tersesat, tidak kembali atau gagal memenuhi harapan misi. Persoalannya adalah teknologi AS tidak berkembang cukup cepat. Georgii Dubynskyi, wakil menteri transformasi digital Ukraina, mengibaratkan bahwa "apa yang bisa terbang hari ini tidak akan bisa terbang besok." "Reputasi umum setiap kelas drone Amerika di Ukraina adalah mereka tidak bekerja seb

Penuh Optimis, Pilot Uji TNI AU Akan Terbangkan Pesawat Tempur KF-21 Boramae Tahun Depan

Letkol Pnb Mohammad Sugiyanto dan Letkol Pnb Ferrel Rigonald bersama para engineer PT Dirgantara Indonesia di fasilitas KAI. Foto: KAI


Korea Selatan dan Indonesia telah menapaki kemajuan berarti dalam proyek pengembangan pesawat tempur generasi 4,5 KF-21 Boramae. Ibarat mobil, harus melalui medan penuh rintangan sejak ambisi ini diumumkan pertama kali oleh Presiden Korea Selatan Kim Dae-jung dalam upacara kelulusan Akademi Angkatan Udara Korea Selatan pada Maret 2001.


Namun raihan teknologi maju pesawat tempur adalah sebuah keniscayaan untuk negara maju seperti Korea Selatan dan tentunya juga Indonesia. Ada beberapa alasan.


Selain untuk memenuhi kebutuhan kedua Angkatan Udara (RoKAF dan TNI AU), juga atas dasar kemandirian teknologi dan kesiapan sewaktu-waktu menghadapi konflik dengan saudaranya Korea Utara. Sedangkan dari sisi Indonesia adalah untuk pertahanan di Kawasan dengan melihat adanya krisis di Laut China Selatan.


Tepatnya setelah 20 tahun satu bulan, purwarupa (prototipe) pertama ditampilkan oleh KAI (Korean Aerospace Industries) ke publik dalam upacara rollout di fasilitas KAI di Pangkalan Udara Sacheon pada April 2021.


Pesawat tempur terbaru ini diberi nama KF-21 Boramae, yang dalam Bahasa Korea berarti elang muda atau elang tempur.


Sekitar satu tahun tiga bulan kemudian, 19 Juli 2022, Boramae memasuki tahap paling kritis pertamanya yaitu melaksanakan penerbangan perdana. Sebelumnya, RoKAF dan KAI sudah melaksanakan serangkaian uji darat mesin selama satu bulan penuh.


Akhirnya, dengan kebanggaan yang luar biasa, Mayor Junhyeon Ahn dari RoKAF Test and Evaluation Unit membawa pesawat melesat ke angkasa untuk pertama kalinya. First flight adalah fase yang sangat kritis dalam pengembangan pesawat baru, dengan teknologi yang belum teruji


Penerbangan perdana dilaksanakan dari Pangkalan Udara Sacheon yang berada di Provinsi Gyeongsang Selatan pada pukul 15.40 waktu setempat. Di Pangkalan Udara Sacheon ini terdapat fasilitas KAI dan RoKAF Test and Evaluation Unit.


Dengan membawa empat dummy rudal Meteor, KF-21 Boramae terbang dengan kecepatan 400 km/jam (200 knot) selama 30 menit pengujian sebelum mendarat kembali pada pukul 16.13.


KAI berencana akan melaksanakan sekitar 2.000 test flights menggunakan enam prototipe hingga Juni 2026. Setelah itu dilanjutkan dengan tahap mass production. RoKAF berencana memesan 120 KF-21 pada tahun 2032.


Indonesia dalam hal ini TNI AU, rencananya akan memesan 50 unit pesawat.


Seperti halnya proyek kolaborasi pengembangan pesawat, hubungan Indonesia dan Korea Selatan juga dalam kurva naik-turun. Sempat disebutkan bahwa Indonesia akan menarik diri dari proyek. Negosiasi pembiayaan akhirnya menemukan titik terang dan disepakati kedua belah pihak pada tahun 2021.


Sesuai kesepakatan, Indonesia akan memberikan bantuan pendanaan sebanyak 20 persen dari nilai proyek. Nilai 20 persen yang ditanggung Indonesia sepenuhnya adalah untuk membiayai penelitian dan pengembangan (R&D) Boramae, hingga sebelum memasuki tahap produksi massal.


Pendanaan senilai 20 persen yang ditanggung Indonesia itu, tidak termasuk 50 pesawat yang akan dipesan Kementerian Pertahanan untuk TNI AU.


Tepatnya pada 15 Juli 2010, dibuat kesepakatan kemitraan Indonesia – Korea dalam wujud pembiayaan sebesar 20 persen dari anggaran program KF-X. Kerjasama pengembangan teknologi melibatkan PT Dirgantara Indonesia (PTDI).


Dalam proses R&D pesawat ini, KAI akan membuat enam prototipe yang digunakan untuk menjalani sejumlah pengujian parameter. Keenam prototipe akan melaksanakan pengujian hingga tahun 2026 dengan total jam terbang mencapai 2.000 jam untuk keenam pesawat.


Dari enam prototipe itu, satu pesawat prototipe nantinya akan dikirim ke Indonesia di akhir masa pengujian tahun 2026.


Tahap produksi akan dilakukan berdasarkan hasil terbaik yang dicapai dari setiap parameter yang dibebankan kepada masing-masing prototipe. Keenam prototipe ini memiliki fungsi uji masing-masing. Sehingga hasil terbaik yang didapatkan dari keenam prototipe inilah yang akan dijadikan desain akhir untuk memasuki tahap produksi massal.


Saat ini pesawat KF-21 Boramae sudah masuk ke dalam tahap pengujian stability, control, load, dan envelope expansion.


Sebagai bagian dari kerja sama Korea Selatan dan Indonesia, TNI AU menempatkan dua penerbang uji di Korea yaitu Kolonel Pnb Mohammad Sugiyanto, S.T. dan Letkol Pnb Ferrel Rigonald, MMOAS.


Tahun Depan Terbangkan KF-21 


Dalam pengembangan sebuah pesawat, Kolonel Sugiyanto mengandaikan bahwa proses yang dilalui dalam pembuatannya juga seperti produksi sebuah mobil baru. Ada serangkaian tahap yang harus dilalui.


Sesuai requirement maka pesawat akan diproduksi dengan hasil terakhir yang diraih pada 2026 untuk memasuki mass production. Setelah itu, Korea Selatan dan Indonesia akan mengeluarkan biaya lagi untuk membeli pesawat sesuai kebutuhan masing-masing.


Kolonel Pnb Mohammad Sugiyanto, S.T dan Letkol Pnb Ferrel Rigonald, MMOAS dipersiapkan sebagai pilot uji program KFX/IFX sekitar tahun 2009. Hingga sekarang, kedua penerbang TNI AU ini sudah terlibat dalam fase uji terbang KF-21 Boramae bersama dengan 37 insinyur PTDI lainnya di fasilitas KAI.


Dalam beberapa uji terbang Boramae, Sugiyanto dan Ferrel terlibat langsung sebagai chaser di pesawat FA-50 Golden Eagle. Chaser bertugas melakukan pengamatan visual selama penerbangan, dan membantu penerbang yang bertugas untuk menyelesaikan misi apabila ada permasalahan.


Direncanakan tahun depan, Kolonel Sugiyanto dan Letkol Ferrel akan menerbangkan Boramae. Sampai saat ini semua sangat dinamis dan masih banyak perbaikan dalam rangkaian proses pengujian.


Seorang pilot uji bertanggung jawab untuk menguji kemampuan pesawat sesuai spesifikasi, desain, dan tuntutan operasional yang dipersyaratkan.


Kolonel Pnb Mohammad Sugiyanto merupakan alumni AAU 2000. Dengan mengantongi lebih dari 3.000 jam terbang, alumni SMA Taruna Nusantara ini merupakan penerbang pesawat tempur Hawk 100/200 di Skadron Udara 1 Lanud Supadio, Pontianak.


Kolonel Sugiyanto juga pernah menjadi member dari tim aerobatik JAT (Jupiter Aerobatic Team) yang menjadi kebanggaan TNI AU, yaitu periode 2010-2011.


Mantan komandan Lanud Wiriadinata ini mengantongi gelar S1 Teknik Penerbangan dan Antariksa di ITB, Air University (Seskoau) di Korea Selatan serta lulusan Test Pilot Graduate Course di International Test Pilots School, Kanada.


Sugiyanto menjadi Komandan Skadron Pendidikan 104 Wingdikterbang Lanud Adisutjipto pada 2018. Sebagai lulusan sekolah pilot uji, Sugiyanto juga salah satu pilot uji TNI AU yang diperbantukan di PT Dirgantara Indonesia pada program pengembangan pesawat N219 dan CN235.


Sementara Letkol Pnb Ferrel Rigonald, MMOAS merupakan alumni AAU 2002. Sebelum menjabat Komandan Lanud Sugiri Sukani, Ferrel adalah Komandan Skadron Udara 14.


Kolonel Pnb Sugiyanto, Letkol Pnb Ferrel Rigonald serta Letkol Pnb Widi Nugroho dan Letkol Pnb Andri Setiawan, merupakan alumni Test Pilot Graduate Course di International Test Pilots School, Kanada. Keempat penerbang ini dididik di ITB dan ITPS (international test pilot school) dalam rangka program flight test KFX/IFX yang saat ini tengah berlangsung di Korea Selatan.


Sebelum bertugas di Korea Selatan, Kolonel Sugiyanto, Letkol Ferrel, dan Letkol Widi berhasil mengantarkan pesawat N219 Nurtanio sampai akhir masa basic test sehingga mendapatkan type certificate pada tahun 2020 sehingga layak dan aman untuk produksi massal.


Sumber:


Mylesat

Comments