Skip to main content

Featured

Drone AS Melempem di Ukraina, Buatan China Lebih Andal

Perang drone Ukraina lawan Rusia memaksa kedua belah pihak untuk berinovasi dengan cepat. Namun ternyata, drone buatan Amerika Serikat tidak unggul di medan perang sehingga mendorong Ukraina beralih ke drone buatan China. Permasalahan yang terdapat pada banyak drone buatan AS, khususnya drone kecil, adalah bahwa drone tersebut sering tak berfungsi seperti yang diiklankan atau direncanakan. Selain itu menurut sumber, mudah mengalami kesalahan ketika diincar jammer Rusia. Drone AS rupanya rapuh dan rentan terhadap peperangan elektronik. Di sebagian drone AS yang dikirim ke Ukraina, masalahnya termasuk tidak bisa lepas landas, tersesat, tidak kembali atau gagal memenuhi harapan misi. Persoalannya adalah teknologi AS tidak berkembang cukup cepat. Georgii Dubynskyi, wakil menteri transformasi digital Ukraina, mengibaratkan bahwa "apa yang bisa terbang hari ini tidak akan bisa terbang besok." "Reputasi umum setiap kelas drone Amerika di Ukraina adalah mereka tidak bekerja seb...

AS Luncurkan Bomber Siluman Nuklir B-21 Raider di Tengah Kekhawatiran Perang Dunia III



Amerika Serikat (AS) akhirnya meluncurkan pesawat pengebom (bomber) siluman nuklir terbarunya, B-21 Raider, di tengah kekhawatiran akan pecahnya Perang Dunia III. 


B-21 Raider, yang dianggap sebagai pesawat generasi keenam, diklaim oleh pembuatnya dapat menghantam target di mana saja di dunia. 


Pesawat pembom tercanggih Amerika ini diluncurkan pada Jumat ketika perang Rusia-Ukraina sedang berkecamuk. Perang tersebut telah memicu kekhawatiran akan berubah menjadi Perang Dunia III karena AS dan aliansi NATO-nya memasok senjata besar-besaran ke Kiev, yang membuat marah Moskow.


Pesawat B-21 Raider akan menjadi tulang punggung armada senjata nuklir lintas udara AS di masa depan dan dirancang untuk bertahan hidup setelah mencapai target yang paling dipertahankan sekalipun.


Salah satu fitur utamanya adalah kemampuannya untuk melakukan misi tak berawak, dengan pilot yang menerbangkannya dari jarak jauh dari Amerika. 


Pesawat ini adalah penerus B-2, yang juga revolusioner saat memasuki layanan, dan juga dibuat oleh Northrop Grumman. 


AS berencana menyediakan sekitar 100 unit pesawat tersebut untuk Angkatan Udara AS. Namun, Northrop Grumman sejauh ini mengakui baru enam unit yang sedang diproduksi.


"Dengan kemampuan menahan target yang berisiko di manapun di dunia, sistem senjata ini sangat penting untuk keamanan nasional kita,” kata Doug Young, wakil presiden divisi serangan Northrop Grumman, seperti dikutip dari The Sun, Sabtu (3/12/2022).


Masih sedikit yang diketahui sejauh ini tentang B-21 meskipun ada spekulasi bahwa bentuk misterius yang terlihat di Area 51 yang sangat rahasia bisa jadi adalah pesawatnya. 


Menurut citra satelit objek besar yang tidak dapat diidentifikasi duduk di ujung landasan pacu dekat gantungan putih besar. Dari informasi yang keluar, B-21 Raider mengambil sebagian besar desainnya dari pendahulunya. 


Dengan musuh potensial Amerika yang mengembangkan dan menggunakan sistem pertahanan udara baru yang canggih, sebagian besar fokus selama pengembangan adalah kemampuan bertahan hidup. 


B-21 harus mampu menembus pertahanan terberat dan China telah mengeklaim bahwa radarnya dapat mendeteksi bahkan pesawat siluman sekalipun. Selain melakukan misi pengeboman, pesawat B-21 akan dapat mengumpulkan dan berbagi intelijen, membantu serangan langsung ke berbagai sasaran. 


Penggunaan perangkat lunak sumber terbuka akan memungkinkan pesawat di-upgrade dengan mudah, memastikannya tetap fleksibel dan mutakhir sambil memperpanjang masa manfaatnya. 


China sendiri telah mengincar teknologi siluman selama bertahun-tahun. Beijing diketahui telah mengembangkan pesawat siluman Xian H-20, yang memiliki kemiripan yang mencolok dengan pesawat-pesawat siluman AS. 


Northrop Grumman memenangkan kontrak untuk membuat bomber siluman nuklir itu pada tahun 2015. 


Nama Raider diambil untuk menghormati "Doolittle Raiders" dari Perang Dunia Kedua. Pada tanggal 18 April 1942, 80 penerbang dalam 16 pesawat B-25 Mitchell melakukan serangan pertama di Tokyo setelah serangan Jepang di Pearl Harbour. Serangan itu direncanakan dan dipimpin oleh James "Jimmy" Doolittle dari Divisi Udara Angkatan Darat AS (USAAF).


Sumber:


The Sun


Sindonews

Comments