Allan Pope (berdiri) dalam sidangnya, Jakarta 28 Desember 1959 (Sumber: Wikimedia Commons).
Pagi itu, pukul 06.00 WIT, 18 Mei 1958, sebuah pembom B-26 Invader lansiran Amerika Serikat bercat hitam secara tiba-tiba membombardir Pangkalan Udara Pattimura, Ambon. Di balik kokpit, Lawrence Allen Pope cekatan menjatuhkan bom ke arah pesawat-pesawat yang terparkir di landasan.
Sesekali rentetan peluru 12,7 mm juga terdengar diselingi ledakan pesawat C-47 Dakota dan P-51 Mustang yang terkena tembakan. Asap pekat dari avtur yang terbakar lantas memenuhi salah satu markas Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) itu.
Di Pangkalan Udara Liang, seorang pilot AURI, Komodor Udara Ignatius Dewanto, menerima kabar tersebut dan segera terbang dengan P-51 Mustang. Dengan senjata lengkap, pesawat tempur bermesin piston itu mengejar B-26 Invader yang mengincar kapal dagang Sawega yang mengangkut 1 batalion pasukan--sekitar 1.000 orang--di Pelabuhan Liang.
Ignatius berhasil mengikuti pesawat Allen Pope yang baru saja menjatuhkan bom seberat 230 kilogram ke kapal Sawega, namun meleset. Saat jarak tembak sudah sangat dekat, Ignatius segera menembakkan roket ke arah pembom itu.
P-51D Mustang AURI. Foto: Dok. Wingpalette/Richard Ward/'50 Fighters 1939-1945' Aircam Aviation Series No.S18, Volume 2, Osprey Publishing Limited.
Tembakan roket meleset, lalu disusul rentetan peluru 12,7 mm dan berhasil merusak sayap kanan B-26 Invader. Pembom itu terbakar dan menukir ke lautan, Allen Pope dan seorang desersi AURI, Jan Harry Rantung, yang menjadi operator radio Permesta bergegas melompat dengan parasut.
Allen Pope terdampar di Pulau Hatala di barat Ambon dengan kaki patah karena terhantam karang dan luka-luka. Sementara Harry terjatuh di laut. Mereka berdua ditangkap Angkatan Laut Indonesia yang sedang berpatroli.
Penangkapan Allen Pope mengungkap keterlibatan dinas inteligen Amerika Serikat atau CIA (Central Intelligence Agency) dalam pemberontakan Permesta--berpusat di Makassar, Sulawesi Selatan. Gerakan separatis ini beranggotakan perwira militer setempat dan hendak menggulingkan pemerintahan Presiden Sukarno yang saat itu dianggap dekat dengan komunisme.
Foto dari Douglas B-26/A-26 milik Amerika Serikat yang dipakai oleh Angkatan Udara Revolusi (AUREV) PERMESTA selama kudeta tahun 1958, pesawat ini juga adalah pesawat yang sama yang dipiloti oleh Allen Pope.
Awal Mula Bergabung
Pope sebenarnya adalah seorang penerbang Angkatan Udara Amerika Serikat dan bertugas selama Perang Korea. Ia mulai dilibatkan dalam misi penerbangan rahasia CIA pada Maret 1954 saat bergabung dengan Civil Air Transport (CAT); salah satu organisasi binaan CIA.
Pada April 1958, CAT mengirim Pope dari Saigon, Vietnam ke Pangkalan Udara Clark di Filipina. Ia bertugas menerbangkan B-26 Invader yang dicat hitam ke Indonesia dan mendarat di Pangkalan Udara Mapanget, Sulawesi Utara, yang dikuasai pemberontak.
Mulai dari situ, Pope menjadi pilot CIA yang membantu misi pengeboman Angkatan Udara Revolusioner (AUREV)--AU Permesta-- terhadap kapal laut dan aset-aset militer Indonesia di Sulawesi dan Maluku. Ini dilakukan untuk memutus jalur logistik dan melemahkan kekuatan militer Indonesia di Indonesia Timur.
Saat itu, Indonesia memang sedang gencar memusatkan kekuatan militernya di Indonesia Timur untuk merebut Irian Barat dari Belanda--dan berlanjut pada Operasi Trikora tahun 1960-an.
Alat Diplomasi
Saat ditangkap, Pope membawa dokumen-dokumen catatan misi terbang dan identitasnya sebagai pilot yang diperintah negaranya untuk membantu pemberontakan AUREV di Indonesia. Dokumen ini secara substansial bisa mempermalukan pemerintahan Eisenhower saat itu.
Dalam buku Membongkar Kegagalan CIA disebutkan, berita penangkapan Pope sampai ke Markas CIA di Amerika pada 18 Mei 1958 malam. Allen Dulles, Direktur CIA saat itu, langsung memerintahkan agen-agennya yang masih berada di Fipilina, Taiwan, dan Singapura untuk menghentikan seluruh aktivitas rahasianya dan pergi secara teratur.
Pada 29 April 1960, Pope dinyatakan bersalah dan dihukum mati atas pembunuhan 6 warga sipil dan 17 tentara Indonesia akibat misi pengembomannya. Eksekusinya tidak pernah dilakukan, ia menjadi 'alat' diplomasi Sukarno untuk tawar-menawar mendapatkan senjata dari Amerika Serikat.
Dibebaskan dan Ditukar
Sukarno dan John F Kennedy saat bertemu di Amerika Serikat. Foto: Dok. Wikimedia Commons.
Saat itu, Sukarno sedang membangun kekuatan pesawat angkut AURI untuk Operasi Trikora. Alhasil, Indonesia diizinkan membeli 10 unit pesawat C-130 Hercules dan menjadi negara pertama yang mengoperasikan pesawat itu di luar Amerika Serikat.
Secara tidak langsung, Amerika Serikat harus membayar mahal dari pembebasan Pope karena juga mendukung Indonesia untuk merebut Irian Barat dari Belanda, yang tak lain merupakan sekutunya sendiri.
Dalam Angkasa Edisi Koleksi: Operasi Udara Trikora disebutkan, pengiriman unit Hercules--8 unit C-130B dan 2 unit KC-130 B tanker--ke Indonesia dilakukan pada 18 Maret 1960. AURI baru menggunakan dua unit Hercules untuk Operasi Trikora pada Mei 1962.
Pesawat C-130B Hercules AURI pertama beregistrasi T-1301 di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Yogyakarta. Foto: Dok. Wikimedia Commons.
Februari 1962, Robert F. Kennedy yang saat itu menjabat sebagai penasihat kakaknya, John F. Kennedy, mengunjungi Sukarno untuk memperbaiki hubungan diplomasi dengan Indonesia--salah satunya membahas proses pembebasan Pope.
Sukarno juga menerima kunjungan istri, ibu, dan saudara perempuan Pope yang meminta pengampunan kepada Pope. Pada 2 Juli 1962, Pope secara diam-diam dibebaskan dari Indonesia dengan pesawat menuju Amerika Serikat. Saat dibebaskan, Sukarno sempat berkata kepada Pope:
"Saya tidak ingin ada propaganda soal penangkapanmu. Pergi sekarang. Menghilanglah diam-diam. Jangan perlihatkan diri di depan umum. Jangan membagikan berita dan mengeluarkan pernyataan untuk surat kabar. Pulang saja, sembunyikan dirimu, dan kita akan melupakan semuanya," pungkas Sukarno.
Sumber & Referensi:
Majalah Angkasa Edisi Koleksi No.73 2011. Operasi Udara Trikora.
Weiner, Tim. 2011. Membongkar Kegagalan CIA. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Comments
Post a Comment